Rupiah Semakin Loyo, Defisit Anggaran Nasional Bisa Mencapai 2,9% dari PDB Tahun Ini

Scroll Untuk Lanjut Membaca


Bangjo.co.id.CO.ID – JAKARTA.

Ketidakseimbangan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara diperkirakan akan mencapai 2,9% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun ini akibat pelemahan terus menerus nilainya yaitu rupiah. Ketidakteraturan itu lebih lebar dibanding dengan angka target pemerintah yakni 2,53% dari PDB.

Perlu diingat bahwa nilai tukar mata uang Garuda telah mencapai titik terendahnya sejak krisis keuangan tahun 1998. Ini menimbulkan perhatian serius untuk Indonesia.

Pada hari Selasa (25/3) pagi, nilai tukar rupiah mencapai titik tertinggi sebesar Rp 16.642 untuk setiap dolar AS. Akan tetapi, di penutupan perdagangan Selasa malam, kurs rupiah bergerak menjadi Rp 16.612, mengalami pelemahan sebanyak 0,26% dibanding dengan posisi satu hari sebelumnya yaitu di angka Rp 16.568 per dolar AS.

Fikri C. Permana dari Ekonom Senior KB Kalbe Valbury Sekuritas mengatakan bahwa jika defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terus membesar jauh melampaui asumsi makroekonomi pada APBN tahun 2025 dengan perkiraan dolar Amerika Serikat di angka Rp 16.100, maka pengeluaran pemerintah akan meningkat sehingga defisit juga bakal makin lebar.


IHSG Turun, Anggaran Negara Tak Sesuai Dugaan, Skandal Suap Megaproject Disebut Sebagai Faktor Utama

Fikri tidak membantah bahwa pendapatan negara mungkin akan naik mengingat situasi nilai tukar rupiah saat itu. Namun, pendapatan negara diproyeksikan akan berkurang pada tahun ini, terutama dari sumber selain pajak (PNBP), karena kenaikan harga komoditas yang menyebabkan penurunan permintaan.

Berdasarkan situasi saat ini, untuk komoditas batu bara yang (kinerja ekspornya) menunjukkan penurunan cukup besar, saya pun merasa cemas. Bisa jadi pendapatan akan berkurang.

shortfall,

Fikri menyampaikan hal tersebut kepada Bangjo.co.id pada hari Selasa, 25 Maret.

Apabila kita memeriksa analisis sensitivitas APBN tahun 2025 mengenai variasi asumsi dasar ekonomi makro, setiap kali depresiasi nilai tukar rupiah bertambah Rp 100 untuk setiap dolar AS, hal ini dapat menyebabkan kenaikan belanja pemerintah hingga Rp 8 triliun.

Di samping itu, penurunan nilai tukar rupiah sebesar Rp 100 terhadap dolar AS akan menyebabkan defisit Anggaran Pendanaan Negara (APBN) meningkat menjadi Rp 3,4 triliun.

Dengan kurs rupiah terkini sebesar Rp 16.612 per dolar AS, yang berarti melemah Rp 412 dibandingkan dengan asumsi dalam APBN 2025, pengeluaran pemerintah akan meningkat hingga mencapai Rp 32,96 triliun, sementara defisitnya juga naik menjadi Rp 15,3 triliun.

Sebaliknya, memang penerimaan negara bakal meningkat menjadi Rp 4,7 triliun untuk setiap penurunan nilai tukar rupiah senilai Rp 100 terhadap dolar AS. Jika ada penyimpangan nilai tukar rupiah hingga Rp 412, tambahan penerimaan negara hanya mencapaiRp 19,36 triliun, yang mana angka ini di bawah jumlah pengeluaran negara.

Menurut Fikri, sejumlah item pengeluaran pemerintah yang mungkin meningkat meliputi anggaran untuk infrastruktur serta biaya bunganya dari hutang yang mencapai Rp 550 triliun pada tahun ini.


Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Mencapai Rp 31 Triliun Per Februari 2025, Begini Komentar Menko Airlangga

Selanjutnya, Fikri menginginkan agar penurunan nilai tukar rupiah tidak terus-menerus sampai akhir tahun dan paling tidak tetap berada di kisaran Rp 16.200 per dolar AS di penghujung tahun 2025.

“Tetapi apabila pemerintahan masih memiliki komunikasi yang belum optimal seperti saat ini, saya takut nilai tukar rupiah dapat merosot hingga ke level Rp16.800 atau bahkan lebih dari Rp17.000 pada penghujung tahun,” jelasnya.

Menurut dia, komunikasi efektif dari pemerintahan merupakan aspek krusial dalam menenangkan ketidaknyamanan di kalangan investor. Disarankan kepada pemerintah agar dapat menyampaikan informasi dengan jelas mengenai masalah-masalah yang mencemaskan bagi publik.

“Mungkin bukan masalah yang mengharuskan emosi atau mungkin tidak semudah itu untuk membuat lelucon. Seperti yang disampaikan oleh Bapak Prabowo tentang fluktuasi indeks harga saham di pasar modal adalah hal yang normal. Semua orang memang sudah mengetahui ini. Tetapi bisa jadi bagi seorang presiden, penjelasan tersebut perlu diberikan secara lebih ilmiah,” ungkapnya.


Rupiah Semakin Lemah, Pengeluaran Anggaran Pemerintahan Nasional Tahun 2025 Bisa Meningkat, dan Ketidakseimbangan Keuangan Diperkirakan Membesar