MOSKOW, Bangjo.co.id
Mahkamah Agung Rusia mengeluarkan keputusan mencabut label kelompok teroris dari Taliban pada hari Kamis tanggal 17 April 2025. Keputusan tersebut dianggap sebagai kemenangan diplomatis bagi Taliban sekarang menjadi penguasa utama di Afghanistan.
Rusia menetapkan Taliban sebagai organisasi pada 2003 silam. Penetapan sebagai kelompok teroris ini membuat setiap hubungan dengan organisasi Afghanistan itu dapat dikenai pidana di Rusia.
Mahkamah Agung mencabut status teroris dari Taliban setelah Kejaksaan Agung Rusia memintanya. Ini berlangsung sesudah Undang-Undang yang diberlakukan Rusia tahun 2024, di mana aturan tersebut menetapkan bahwa pengesahan suatu kelompok sebagai teroris bisa dicabut oleh Mahkamah Agung.
Penarikan status teroris tersebut sejalan dengan penerimaan Taliban yang semakin meningkat di Rusia. Dilaporkan delegasi Taliban turut hadir dalam acara yang diselenggarakan oleh pemerintah Rusia beberapa waktu lalu.
Sebelumnya, para petinggi Rusia menyatakan pentingnya berhubungan dengan Taliban guna mendukung kestabilan di Afghanistan.
Ahli dari Asia Selatan yang berasal dari Amerika Serikat, Michael Kugelman, mengomentari bahwa keputusan Pengadilan Agung Rusia merupakan suatu kebijakan yang “win-win” untuk kedua belah pihak yakni Moskow dan Taliban.
Untuk Rusia, berhubungan dengan Taliban sangat penting dalam menjamin kepentingan Moskow di Afghanistan, terutama berkaitan dengan kelompok ekstremis seperti ISIS-Khorasan.
“Bagi Taliban, keputusan pengadilan tersebut dapat memberikan kenaikan legitimasi yang mungkin berfungsi sebagai alat negosiasi untuk mendapatkan persetujuan internasional terhadap pemerintahannya,” ujar Kugelman, demikian dilansir.
Associated Press
.
Taliban kembali menguasai Afghanistan usai mendongkel pemerintahan Ashraf Ghani pada 2021 silam. Taliban memanfaatkan penarikan pasukan Amerika Serikat (AS) untuk menguasai negara itu.
Sampai sekarang, Taliban tetap terpisah dari masyarakat global. Kebanyakan negara anggota PBB belum mengembangkan hubungan diplomatis dengan Taliban dan mereka juga menekankan tentang diskriminasi yang dialami oleh wanita di Afghanistan.
Meskipun begitu, beberapa negara telah memulai hubungan diplomatik dengan Taliban seperti halnya China dan Uni Emirat Arab.