Prof Ova Emilia, Rektor UGM Dituding Takut Hadapi Demo Alumni soal Kasus Ijazah Palsu Jokowi

Scroll Untuk Lanjut Membaca


Bangjo.co.id

– Ketua Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Ova Emilia, menjadi fokus perhatian dalam konteks skandal ijazah palsu yang menimpa Jokowi.

Ia disebut ketakutan pada aksi para alumni yang menggeruduk kampus untuk mempertanyakan keaslian ijazah Mantan Presiden Joko Widodo.

Aktivis media sosial sekaligus alumni UGM, dokter Tifauzia Tyassuma atau biasa dikenal dengan Dr. Tifa mengomentari bahwa tindakan para pemimpin UGM menandakan ada pengakuan atas kesalahpahaman yang telah terjadi.

Tifauzia Tyassuma mengkritik keputusan Rektor UGM Prof Ova Emilia yang memutuskan untuk tidak bertemu dengan Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) serta sejumlah besar alumni universitas ini pada hari Selasa, 15 April 2025.

Kedatangan para aktivis dan alumni beragendakan meminta klarifikasi dan mengecek keabsahan ijazah Presiden ke-7 Joko Widodo atau Jokowi yang saat ini masih menjadi polemik.

“Beredar informasi dari UGM, Rektor UGM Prof Ova Emilia tidak akan menemui TPUA dan Alumni UGM yang akan datang ke UGM meminta penjelasan tentang Indikasi Fraud dalam Ijazah dan Skripsi Jokowi, dan hanya diwakilkan oleh Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan,” tulis perempuan yang karib disapa dokter Tifa, dikutip dari X, Senin (14/4/2024).

Tifa juga membocorkan bahwa aktivis dan alumni hanya akan ditemui di sebuah ruangan di Fakultas Kehutanan, bukan di Gedung Rektorat.

“Tamu juga hanya akan diterima di sebuah ruangan kecil di Fakultas Kehutanan UGM, bukan di Rektorat, dan yang boleh ikut dalam pertemuan hanya 5 orang saja,” imbuhnya

Tefa menyimpulkan bahwa tindakan rektornya yang berupaya untuk menjauh bisa diartikan sebagai rasa takut.

“Pernyataan Rektor UGM sebenarnya mencerminkan rasa takut. Tak akan ada yang merasa gentar terhadap kejujuran saat seseorang bertindak dengan jujur,” ucapnya.

Seseorang yang merasa takut ialah seseorang yang menyadari akan kekeliruan, serta atau turut ambil bagian di dalamnya.

“Pakar Senior Ibu Rektornya, yakni mantan Rektor UGM Profesor Sofian Effendi telah menggambarkan perilaku ksatria layaknya akademisi dan ilmuwan sejati yang selalu setia kepada kebenaran serta prinsip-prinsip seorang akademisi—yang bersih, tegas, dan tajam. Sikap dari sang rektor UGM tersebut sungguh sangat disesalkan,” ungkap Tifa


Sosok Prof Ova Emilia

Menurut data di Wikipedia, Ova Emilia dilahirkan pada tanggal 19 Februari 1964.

Dia merupakan profesor di bidang Ilmu Pendidikan Kedokteran di Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM dan juga telah dipilih sebagai rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) pada tanggal 20 Mei 2022.

Dia merupakan rektornya wanita ke dua di Universitas Gadjah Mada (UGM) sesudah Dwikorita Karnawati yang bertugas dari tahun 2014 sampai 2017 dan kemudian secara sah dilantik sebagai rektor UGM pada tanggal 27 Mei 2022.

Sekarang sebelumnya, dia menjabat sebagai dekan FKKMK UGM dari tahun 2016 sampai 2022.

Dia merupakan putra dari Zaini Dahlan yang telah menyandang jabatan Rektor di Universitas Islam Indonesia serta UIN Sunan Kalijaga.

Dia menikah pada tahun 1990 dengan seorang pria asal Korea Selatan bernama Jang Keun Wong, yang sudah memeluk Islam dan mengganti namanya menjadi Abdul Nasir.

Mereka telah dikaruniai empat buah hati, yaitu dua gadis dan dua laki-laki; salah seorang putrinya menapaktilas jalannya menjadi dokter seperti dirinya.

Dia merupakan lulusan SMP Negeri 5 Yogyakarta, SMA Negeri 1 Yogyakarta, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Universitas Dundee serta Universitas New South Wales.

Dia menuntaskan studi kedokteran spesialis dalam bidang Obstetri Ginekologi kemudian melanjutkan ke pendidikan subspesialis (Konsultan) pada area Obstetri Ginekoligi Sosial.[11]

Menyangkut LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara), hingga tanggal 31 Agustus 2022, dia dilaporkan memiliki aset senilai Rp 29,2 miliar.

Pada tahun 1990, ia mulai bekerja sebagai dosen serta praktisi medis di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Dia tergabung dalam departemen obstetri dan ginikologi sebagai salah satu anggotanya.

Dia ditunjuk sebagai dekan beberapa bulan setelah diangkat sebagai profesor pada tanggal 21 April 2016 dengan tema “Pendidikan Kedokteran: Evolusi dan Tantangan”.[14][15] Posisi sebelumnya dia menjabat adalah wakil dekan yang bertanggung jawab atas aspek akademik, mahasiswa, serta alumni.[14] Dia kemudian dicalonkan sebagai dekan untuk masa jabatan tahun 2016 hingga 2021.

Saat menjabat sebagai dekan, ia merancang kurikulum untuk melatih dokter dalam memberikan layanan keluarga berencana. Kurikulum ini kemudian menjadi standar nasional dan digunakan di seluruh fakultas kedokteran di Indonesia.[16]

Di samping itu, dia juga menempati posisi sebagai Ketua INDOHUN (Jaringan Universitas Indonesia untuk Konsep One Health), yang merupakan organisasi terdiri dari berbagai perguruan tinggi dengan spesialisasi dalam implementasi prinsip One Health (kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan) di tanah air.[13][17]

Dia pernah masuk dalam daftar 1000 ahli sains terkemuka di Indonesia menurut Google Cendekia.

Dia berpartisipasi dalam pemilihan untuk menjadi Rektor Universitas Gadjah Mada untuk masa jabatan tahun 2022 hingga 2027, di mana ia mendapat dukungan dari sejumlah kolega termasuk beberapa dekan. Meski demikian, dia mendaftar ketika masih bertugas sebagai Dekan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan. [20]

Ia terpilih sebagai Rektor Universitas Gadjah Mada periode 2022-2027 menggantikan Prof. Panut Mulyono dengan mengalahkan dua calon dari Fakultas Teknik yaitu Prof. Bambang Agus Kironoto dan Prof. Deendarlianto.

Salah satu tujuan utamanya adalah agar tak ada mahasiswa keluar dari universitas karena biaya uang kuliah tunggal (UKT) yang tinggi, serta menciptakan lingkungan bebas kekerasan seksual. Program lainnya juga termasuk pembuatan 1.500 dokumen kebijaksanaan singkat yang bisa dimanfaatkan oleh publik secara luas. Dengan demikian, Universitas Gadjah Mada bukanlah tempat terisolir tapi institusi bermanfaat bagi masyarakat setempat lewat aktivitas penelitiannya atau pengembangan inovasi dan pemecahan masalah nasional. Tambahan lagi, dia bersumpah untuk meningkatkan penguasaan nilai-nilai inti UGM sebagai perguruan tinggi bernafaskan pancasila, nasionalisme, perlawanan, rakyat, dan pusat budaya, baik didalam maupun luar organisasi dengan cara adaptif sesuai zaman modern.[20][21][22].

Dia juga bertekat untuk mengubah UGM menjadi sebuah kawasan pendidikan yang terbebas dari segala bentuk pelecehan seksual.[23] Selain itu, dia memiliki komitmen lain yaitu mempertahankan posisi UGM sebagai tempat perguruan tinggi perlawanan dan universitas Pancasila dengan cara merayakan keragaman dan kesetiamaan bersama, serta mencapai individualisasi dalam proses belajar-mengajarkan dan mendapatkan batas-batas pendidikan.


>>>Perbarui berita terbaru di Googlenews Bangjo.co.id