Kedubes Republik Indonesia (KBRI) di Phnom Penh melaporkan peningkatan yang signifikan jumlahnya mengenai warga negara Indonesia (WNI) yang meninggal dunia di Kamboja selama lima tahun belakangan ini.
Sepanjang tahun 2024, total ada 92 warga negara Indonesia yang meninggal dan fasilitas untuk pemakaman serta pengiriman kembali jenasah mereka sudah tersedia. Sementara itu, pada tahun 2020, hanya ditemukan satu kasus semacam ini.
Mayoritas penyebab kematian berasal dari penyakit kronis seperti jantung, stroke, dan diabetes, serta infeksi menular seperti TBC dan HIV. Selain itu, kecelakaan lalu lintas dan kematian mendadak juga tercatat cukup signifikan.
Koordinator Bidang Protokol dan Konsuler KBRI di Phnom Penh, Djumara, mengatakan bahwa peningkatan jumlah kasus kematian adalah akibat langsung dari bertambah banyaknya warga negara Indonesia yang berkunjung ke Kamboja.
Sepanjang tahun 2024, jumlah WNI yang memasuki negeri tersebut mencapai 166.795 orang, naik lebih dari sepuluh kali lipat jika dibandingkan dengan angka pada tahun 2020 sebesar 14.564 orang.
“Kamboja saat ini berada di urutan sepuluh besar sebagai destinasi favorit bagi warga negara Indonesia. Namun, hal yang mendapat perhatian kita adalah sebagian besar korban jiwa terdiri atas pemuda-pemudi dalam masa kerja produktif. Banyak di antaranya meninggal akibat penyakit yang berhubungan dengan pola hidup,” jelas Djumara kepada
Bangjo.co.id
, Selasa (15/4).
Kasus Kematiannya Warga Negara Indonesia dari Bekasi
Satu kasus terkini melibatkan Iwan Sahab, warga negara Indonesia dari Bekasi, Jawa Barat, yang telah meninggal di Kamboja.
Dia ditemukan dengan luka yang serius oleh petugas kepolisian lokal dan kemudian dibawa ke rumah sakit namun meninggal dunia pada hari Senin (14/4).
Menteri Perlindungan Tenaga Kerja Migran Indonesia, Abdul Kadir Karding, menyebut bahwa mereka masih mengejar kasus itu.
Iwan diduga adalah pekerja migran tanpa prosedur resmi, mirip dengan kebanyakan warga negara Indonesia lainnya yang berada di Kamboja.
“Kami sedang meneliti hal tersebut. Kasus semacam ini umumnya tidak direkam karena dilakukan tanpa mengikuti prosedur yang sah,” jelas Kardin saat berada di Semarang, pada hari Selasa (15/4).
TKI dari Banyuwangi Meninggal Dunia di Kamboja, Sebelumnya Menjelaskan pada Ibunya Bahwa Tangannya Digiring
Rizal Sampurna (berusia 30 tahun) turut menjadi warga negara Indonesia yang telah meninggal di Kamboja. Lelaki berasal dari Banyuwangi ini dilaporkan tutup usia pada hari Senin, tanggal 7 April.
“Kami menerima informasi dari kantor pusat bahwa ada seorang Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Banyuwangi bernama Rizal Sampurna yang meninggal di Kamboja. Namun, dokumen awal yang kami terima baru berupa paspor. Kami masih menunggu informasi lebih lanjut dan resmi dari KBRI di sana,” ujar Kepala Pelayanan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P4MI) Banyuwangi, Fery Meryanto, kepada wartawan, Senin (14/4).
Proses pengiriman kembali jenazah Rizal masih belum bisa ditentukan. Menurut Fery, KBRI di Kamboja sedang melaksanakan investigasi menyeluruh, termasuk menemukan entitas atau perusahaan yang telah memberi pekerjaan kepada almarhum.
“Duta Besar RI berencana mengusulkan agar pihak pengeploy almarhum bertanggung jawab atas pengiriman kembali jenazahnya. Untuk sekarang, semuanya masih dalam tahap investigasi,” ujar Fery.
Masalah yang dihadapi oleh Rizal tampak kompleks karena kurangnya data awal yang tersedia. Indikasi kuat mengarah pada kemungkinan dia pergi ke Kamboja menggunakan rute yang tidak prosedural atau bahkan ilegal.
Sebelum diberitakan meninggal, Rizal sempat menelepon sang ibu untuk memberi kabar tentang keadaan yang sangat memprihatinkan. Di dalam pesannya, Rizal menyinggung bahwa dia harus bekerja sambil tangannya digembok.
Tak hanya itu, Rizal juga sempat meminta ibunya untuk mengirimkan uang Lebaran, menambah pilunya situasi keluarga yang kini tengah menunggu kejelasan nasib putra mereka.
Korban Perdagangan Orang
WNI lainnya yang meninggal di Kamboja ialah Soleh Darmawan (24 tahun). Soleh tewas setelah sempat pamit kerja di bidang perhotelan melalui sebuah yayasan di Tanjung Priok ke Thailand. Namun belakangan diketahui Soleh berada di Kamboja.
Famili mendapat berita kematiannya Soleh dari laki-laki yang bernama Kevin lewat panggilan telepon pada tanggal 3 Maret 2025 pagi. Kemudian, pada 15 Maret 2025, mayat Soleh sampai di tanah airnya dan langsung diantarkan ke rumah duka di Bekasi.
Ibu dari korban, Diana, mengalami kecurigaan bahwa kematian anaknya tidak alami setelah menemukan adanya luka seperti tusukan di bagian pinggul sang anak. Soleh dikuburkan pada tanggal 16 Maret 2025.
Kelompok keluarga beserta para pengacara mereka dan wakil dari Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Propinsi Jawa Barat mengunjungi Polda Metro Jaya pada hari Kamis (18/4). Laporan dibuat terkait dengan kemungkinan kasus perdagangan manusia yang menewaskan Soleh.
“Ateng menyatakan bahwa mereka telah melaporkan S dan A yang pada awalnya mempengaruhi orang yang meninggal itu sampai akhirnya pergi lewat yayasan terpilih,” ungkap Ateng ketika diwawancara jurnalis, Kamis (17/4).
Laporan itu diserahkan ke Polda Metro Jaya dengan nomor LP/B/2519/IV/2025/SPKT/POLDA METRO JAYA dan tanggal 17 April 2025.
Atenk mengatakan pelaporan hanya terkait S dan A dan belum mengarah pada yayasan yang memberangkatkan korban. Meskipun berkaitan, namun pihak keluarga menyepakati sementara hanya melaporkan 2 orang tersebut, yakni pihak yang mengajak almarhum.
“Baik itu apapun yang kemudian diperlukan untuk mendukung jalannya investigasi, keluarga tersebut menyatakan kesiapan mereka dalam hal apapun agar kasus ini dapat terkuak,” katanya.
“Bila dibutuhkan otopsi oleh pihak hukuman, kami akan siap dan memberikan dukungan. Sampai saat ini masih belum ada bukti bahwa almarhum telah kehilangan organ-organ dalamnya walaupun terdapat bekas luka sobek di tubuh korban. Kami tidak mau menebak-nebak, mari kita serahkan kepada fakta-faktanya,” jelas Atenk.