Komnas HAM Caution Dedi Mulyadi: Vasektomi Bukan Syarat untuk Mendapat Bansos

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Bangjo.co.id.CO.ID, JAKARTA – Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Atnike Nova Sigiro menegaskan bahwa prosedur vasektomi adalah salah satu bentuk dari hak asasi manusia dan oleh karena itu harus dihindari penggunaannya dalam pertukaran dengan bantuan sosial (bansos). Tanggapan tersebut disampaikan setelah mendengar gagasan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang ingin menjadikan tindakan vasektomi suatu persyaratan agar masyarakat dapat memperoleh bantuan seperti beasiswa serta beragam jenis bansos lainnya dari pemerintah daerah.

“Privasi ini termasuk dalam prosedur vasektomi atau tindakan medis pada tubuh seseorang yang merupakan bagian dari hak asasi manusia. Oleh karena itu, seharusnya tidak ditukar dengan bantuan sosial atau berbagai kepentingan lainnya,” ungkap Atnike saat ditemui di kantor Komnas HAM RI, Jakarta, Jumat (2/5/2025).

Menurut Atnike, hukuman yang terkait dengan kontrol atas tubuh adalah sesuatu yang dikecam dalam wacana Hak Asasi Manusia (HAM). Karena alasan tersebut, memaksa penduduk untuk menaati program Keluarga Berencana (KB) agar bisa mendapatkan bantuan dari pemerintahan dapat menjadi pelanggaran terhadap hak-hak dasar.

“Penghukuman saja
enggak
Boleh, hukuman penjara semacam itu sebenarnya menjadi hal yang dilarang dalam perdebatan tentang hak asasi manusia, terutama jika diganti dengan bantuan keuangan. Ini semua berhubungan dengan kemerdekaan tubuh seseorang. Bahkan pemaksaan kontrasepsi juga demikian.
kan
pelanggaran HAM,” kata dia.

Sekarang ini, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi berniat mengubah partisipasi dalam program Keluarga Berencana menjadi kriteria bagi warganya yang ingin mendapatkan dukungan mulai dari beasiswa sampai dengan aneka bentuk bantuan sosial dari pemerintahan daerah. Di Bandung, pada hari Senin tanggal 28 April 2025, Dedi menegaskan bahwa ide tersebut dimaksudkan supaya distribusi dukungan finansial baik itu dari pusat maupun daerah dapat tersebar secara adil tanpa hanya fokus kepada sekelompok orang atau sebuah keluarga tertentu.

Dia menjelaskan bahwa semua dukungan dari pemerintah selanjutnya akan dikaitkan dengan Keluarga Berencana (KB). Dia mengingatkan agar jangan sampai layanan kesehatan dan persalinan terjamin, namun negara malah mendukung ukuran besar sebuah keluarga. Bantuan seperti beasiswa pendidikan, tunjangan bersalin, rumah untuk keluarga, serta subsidi non-tunai lainnya semuanya berpotensi ditumpukkan pada satu keluarga saja. Demikian tuturnya.

Dedi menggarisbawahi pentingnya integrasi antara data penerima bantuan sosial dan data kependudukan di masa mendatang. Dia juga menyebutkan bahwa data kependudukan itu sendiri sebaiknya mencakup informasi tentang partisipan program Keluarga Berencana (KB), khususnya para suami yang telah menjalani prosedur vasektomi.

“Maka, saat kita akan memberikan bantuan, ada pengecekan awal. Apakah mereka sudah menggunakan kontrasepsi atau belum? Bila telah menggunakannya, maka bisa menerima bantuan. Namun, jika belum melakukannya, sebaiknya memulai penggunaan kontrasepsi dulu. Penggunaan ini khusus untuk metode kontrasepsi bagi kaum pria. Hal ini sangat penting,” ujarnya.