Bangjo.co.id

— Dalam sebuah kamarku sederhana di Jalan Sahabat, yang berdekatan dengan Kampus Universitas Hasanuddin, ditemukan seorang mahasiswi tanpa tanda kehidupan. Namanya Moudita Hernanda Puri, berusia 23 tahun.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Dia merupakan seorang siswi jurusan Sosiologi tahun masuk 2020 berasal dari Palu.

Menurut pandangan teman-temannya, Moudita merupakan orang yang halus, diam, dan hampir tidak pernah menyuarakan keluhan.

Namun dibalik kedewamannya tersebut, sebenarnya dia menahan sebuah kesedihan yang belum pernah disampaikan kepada siapapun teman dekatnya.

Kecemasan tentang keadaan yang sunyi di Moudita juga berasal dari temannya, Ananda Pratiwi.

“Tidak mendapat kabar selama tiga hari, tidak membalas pesan pun tidak menjawab telpon. Itu bukan gaya Moudita,” ujarnya.

Sambil bersama-sama dengan teman sekos mereka, Ananda memutuskan untuk berani membuka pintu kamarnya Moudita yang tidak dikuncir.

Mereka juga menghadapi situasi yang sangat memprihatinkan.

Moudita terbaring kaku di ranjang, tubuhnya membesar, serta menghasilkan baunya yang tidak sedap.

Ananda merasa tidak mengecapakan kejadian tersebut, dia terkejut, sedih, dan sulit untuk mempercayainya.

Berita tersebut ternyata telah menyebar hingga ke kalangan kampus.

Kepala Humas Universitas Hasanuddin, Ishaq Rahman, membenarkan berita tersebut.

“Kami meratapi dengan sedih kerugian ini. Moudita merupakan sebagian dari keluarga besar Unhas,” katanya.

Pihak kepolisian bergerak cepat.

Petugas dari Polsek Tamalanrea serta Polrestabes Makassar tiba di lokasi kejadian untuk mengolah tempat kejadian perkara (TKP), kemudian memindahkan jenazah tersebut menuju Rumah Sakit Bhayangkara guna dilakukan pemeriksaan tambahan.

Awalnya dituding bahwa Moudita meninggal karena masalah pernafasan yang telah lama dideritanya dan belum mendapat pengobatan medis yang tepat.

Banyak orang tidak menyadari bahwa Moudita kerap mengalami kesulitan bernapas.

Dia hampir tidak pernah mengeluh, meskipun pada sahabat terdekatnya.

Sama seperti kebanyakan mahasiswa perantuan lainnya, dia lebih memilih untuk menghadapi rasa sakit sendiri dibandingkan dengan membuat orang tuanya yang berjauhan di desa merasa terganggu.

Jenazahnya langsung dikembalikan ke Palu, tempat asalnya. (*)