TRIBUN TANGERANG.COM, JAKARTA-
Baru-baru ini masyarakat terkejut dengan ancaman untuk menggantikan Wakil Presiden Republik Indonesia ke-8, Gibran Rakabuming Raka.
Usulan tersebut berasal dari wakil presiden keenam Republik Indonesia, Try Sutrisno.
Bukan hanya dirinya saja, tetapi juga ratusan perwira tinggi purnawirawan Tentara Nasional Indonesia dari berbagai cabang angkatan mendukung ide penggantian wakil presiden bernama Gibran.
Mereka menyebut diri mereka sebagai Forum Purnawirawan Prajurit TNI.
Dari delapan ide yang diajukan, salah satunya mengejutkan publik.
Rencananya adalah untuk menempati jabatan Wakil Presiden yang sekarang dipegang oleh Gibran Rakabuming.
Apakah Wapres Gibran bisa digantikan di pertengahan masa jabatan-nya?
Kritikan terhadap usulan kontroversial tersebut datang dari pakar hukum tata negara Zainal Arifin Mochtar.
Zainal Arifin Mochtar menyampaikan pendapatnya mengenai proposal impeachment terhadap Wakil Presiden Gibran.
Akademikernya UGM tersebut menyebut ada tiga kriteria yang perlu dipenuhi untuk menyeret Gibran ke pengadilan.
“Pemberhentian presiden yang bukan disebabkan oleh kematian atau hal-hal serupa memiliki tiga kondisi, ” ungkap Zainal dalam acara Sapa Indonesia Pagi, Kompas TV, pada hari Senin, 28 April 2025.
Yang pertama dihentikannya disebabkan oleh masalah administratif, seperti halnya dia sudah tidak memenuhi kualifikasi untuk menjadi presiden atau wakil presiden lagi.
Kedua ini melibatkan tindakan yang ilegal atau kriminal, seperti menerima suap serta hal-hal serupa.
“Tidak kalah pentingnya adalah kondisi untuk melaksanakan tindakan yang tidak senonoh atau misdemeanor,” jelasnya, merujuk pada laporan dari TribunJakarta.com.
Dalam mekanismenya, langkah-langkah untuk pemakzaman bermula dengan persetujuan DPR, dilanjutkan dengan pemeriksaan oleh Mahkamah Konstitusi, dan selesai dengan tahapan terakhir di MPR.
Namun ketika membicarakan tentang mekanismenya, proses tersebut tidak hanya melibatkan MPR saja. Proses ini harus dimulai dari DPR yang pertama-tama akan menyuarakan pandangannya, setelah itu diserahkan kepada Mahkamah Konstitusi, lembaga pengadilan tertinggi pun akan memberikan persetujuan atau penolakannya, dan terakhir masalah tersebut diselesaikan oleh MPR, sebagaimana dijelaskan oleh pihak berwenang.
Bagaimana tertulisnya peraturan dalam undang-undang tersebut?
Penghapusan jabatan wakil presiden menurut UUD 1945 tertuang pada Pasal 7A dan 7B.
Pasal 7A menetapkan sebab-sebab untuk memberhentikan Wakil Presiden, antara lain apabila dia melanggar hukum dengan cara merayakan musuh negara, suap dan korupsi, kejahatan serius lainnya, atau tingkah laku yang buruk; atau bila ternyata sudah tak layak menjadi Wakil Presiden lagi.
Pasal 7B menetapkan langkah-langkah untuk penghentian, yakni dengan diajukannya proposal oleh DPR ke MPR.
Berikut bunyinya, mengutip bphn.go.id:
Pasal 7A
Presiden dan/atau Wakil Presiden bisa dipecat selama menjabat oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat melalui ajukan dari Dewan Perwakilan Rakyat jika sudah dibuktikan melakukan kejahatan seperti pengkhianatan kepada negara, suap, tindakan kriminal serius lainnya, atau perilaku yang mencemarkan nama baik serta bila ternyata tak lagi layak menjadi Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Pasal 7B
(1) Pemecatan Presiden atau Wakil Presiden bisa diusulkan oleh DPR ke MPR setelah sebelumnya melibatkan MK untuk melakukan pemeriksaan, pengujian, dan penyidikan.
menyampaikan keputusan oleh Majelis Perwakilan Rakyat yang menyatakan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melanggar hukum dengan cara mengkhianati negara, suap, tindakan kriminal serius lainnya, atau perilaku buruk; serta/atau menetapkan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presidan sudah tidak layak untuk menduduki posisi tersebut.
(2) Pandangan DPR tentang adanya dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Presiden atau Wakil Presiden, serta bila mereka sudah tidak layak menjabat, bertujuan untuk menjalankan perannya dalam mengawasi pemerintahan.
(3) Permohonan Dewan Perwakilan Rakyat ke Mahkamah Konstitusi hanya bisa diajukan jika mendapat dukungan setidaknya 2/3 dari total anggota DPR yang menghadiri sidang pleno dan sidang tersebut juga harus diikuti oleh minimal 2/3 dari keseluruhan anggota DPR.
(4) Mahkamah Konstitusi harus meninjau, mencoba, dan menjatuhkan putusan secara adil terhadap pandangan yang disampaikan DPR dalam jangka waktu maksimal sembilan puluh hari sejak pengiriman permohonan dari DPR diterima oleh Mahkamah Konstitusi.
(5) Jika Mahkamah Konstitusi menetapkan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melanggar hukum dengan melakukan pengkhianatan terhadap negara, suap, kejahatan serius lainnya, atau perilaku yang mencemarkan nama baik; serta jika diketahui bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden sudah tidak layak menduduki posisi tersebut, maka Dewan Perwakilan Rakyat akan mengadakan rapat pleno guna mengajukan mosi pemakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat.
(6) Majelis Permusyawaratan Rakyat harus mengadakan sesi untuk menentukan proposal dari Dewan Perwakilannya paling lama tiga puluh hari setelah mendapatkan usulan itu.
(7) Putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat mengenai mosinya untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden wajib dibuat saat sidang pleno Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan kehadiran minimal 3/4 total anggotanya serta mendapat persetujuan sekitar 2/3 dari para peserta yang hadir, sesudah Presiden dan/atau Wakil Presiden berkesempatan memaparkan argumentasi mereka pada sidang pleno Majelis Permusyawaratan Rakyat tersebut.
Usulan Purnawirawan
Sekarang ini, mantan prajurit TNI telah mendukung penggantian Gibran menjadi wakil presiden ketika mereka bertemu pada acara silaturahmi antara Mantan Prajurit TNI dan Tokoh Masyarakat di daerah Kelapa Gading, Jakarta Utara, pada hari Kamis (17/4/2025).
Berikut ini adalah jumlah pensiunan yang telah memberikan dukungan untuk mencopot Gibran serta menandatangani petisi: terdapat 103 perwira tinggi bintang empat, 73 panglima laut, 65 marshal, dan 91 Kolonel.
Terdapat delapan sikap yang diungkapkan oleh Para Purnawirawan Prajurit TNI kepada Prabowo ketika mereka bertemu tersebut.
Berikut adalah delapan poin lengkap dari sikap Forum Purnawirawan TNI seperti berikut:
- Kembalikan UUD 1945 yang asli sebagai Pedoman Hukum untuk Urusan Politik dan Aturan Dasar bagi Pemerintahan.
- Menopang Program Kerja Kabinet Merah Putih yang terkenal dengan nama Asta Cita, tidak termasuk aspek pengembangan IKN.
- Menuntaskan PSN PIK 2, PSN Rempang, dan kasus-kasus sejenis karena sangat merugikan bagi publik dan menginjak-injak hak-hak masyarakat sambil menyebabkan dampak negatif terhadap ekosistem sekitar.
- Menahan arus pekerja Tiongkok yang memasuki wilayah NKRI dan membawa kembali pekerja Tiongkok tersebut ke negaranya.
- Pemerintah harus mengatur kembali pengelolaan tambang yang bertentangan dengan perundungan serta Pasal 33 Ayat 2 dan Ayat 3 UUD 1945.
- Menjalankan perombakkan pada kabinet termasuk menteri yang dicurigai terlibat dalam kasus suap dan memberikan sanksi keras kepada pejabat serta aparat negara yang tetap berhubungan dengan kepentingan presiden ketujuh Republik Indonesia sebelumnya, Joko Widodo.
- Menyulurkan kembali tugas Polri untuk pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat di bawah Kementerian Dalam Negeri.
- Menyarankan perubahan Wakil Presiden di hadapan MPR dikarenakan putusan MK mengenai Pasal 169 Huruf Q UU Pemilu sudah menyalahi prosedur hukum yang berlaku pada MK serta Undang-Undang Mengenai Kekuasaan Peradilan.
Artikel ini sudah dipublikasikan di
Tribunnews.com
Dapatkan informasi tambahan di Bangjo.co.id melalui kanal WhatsApp
di sini
Baca berita Bangjo.co.idlainnya di
Google News