Laporan jurnalistik dari Bangjo.co.id oleh Rina Ayu

Scroll Untuk Lanjut Membaca


Bangjo.co.id,JAKARTA –

Industri tembakau di Indonesia terus berupaya menjadikan anak dan remaja sebagai konsumen setia mereka.

Industri tembakau saat ini hadir dengan penampilan segar, menyamarkan zat-zat yang membahayakan melalui persepsi bahwa merokok bisa jadi lebih mudah diterima berkat adanya rokok listrik atau perisa.

“Taktik industri rokok ini menjadikan produk tembakau dan nikotin berbahaya tersebut semakin menggoda untuk kalangan remaja,” ungkap Lisda Sundari, Ketua Lentera Anak, saat konferensi pers di Jakarta, pada hari Selasa, 29 April 2025.

Berdasarkan data dari WHO, terdapat tiga strategi yang dipakai. Yang pertama adalah pemasaran dengan penampilan mewah; kemudian, rancangan produk yang menggoda dan bisa membingungkan; di samping itu, penggunaan perasa serta bahan tambahan juga dilibatkan.

Mereka menggarisbawahi bahwa teknik pemasaran merupakan senjata utama untuk memperdaya pemuda dan membuat mereka terjerumus ke dalam kebiasaan merokok.

Hasil penelusuran Lentera Anak dan U-Report pada bulan Juni tahun 2024 menunjukkan bahwa 46,5% responden muda menganggap variasi rasa merupakan aspek paling memukau dari produk rokok tersebut.

” Ini mengindikasikan bahwa daya tarik dari rasa ataupun perisanya lebih unggul dibandingkan dengan faktor-faktor lain seperti harga, merk, dan packaging,” jelas Lisda.

Pada saat ini, di antara 16.000 variasi rasa global, sebanyak 847 variasi sudah memasuki pasaran Indonesia.

Lisda menyebutkan bahwa aroma pada produk tembakau amat krusial karena variasi rasa tersebut bisa menarik minat para remaja yang sedang memasuki tahap penjelajahan kebiasaan baru. Ini juga menciptakan sensasi yang lebih enak saat merokok, sehingga meningkatkan peluang untuk tetap melanjutkannya tanpa ingin berhenti.

“Melalui perisa yang menyembunyikan risiko kesehatan. Perisa tersebut menghilangkan rasa dari nikotin dan tembakau, sehingga konsumen tidak merasakan bahayanya, ini dapat memperkuat kecanduan pada nikotin,” jelasnya.

Selanjutnya, barang-barang bergaya unik serta rasanya yang manis menggambarkan perokok sebagaimana halnya orang yang cool dan biasa saja, terlebih lagi bagi pemuda.

Desain yang atraktif serta cita rasa yang menyegarkan membantu mencegah keinginan untuk berhenti atau meningkatkan ketergantungan.

Ketua Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau dari Direktorat P2PTM di Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, dr. Benget Saragih, M.Epid menggarisbawahi bahwa risiko terhadap kesehatan yang ditimbulkan oleh rokok tradisional maupun rokok elektornik itu sama.

Pernyataan bahwa rokok elektrolik aman itu salah.

“Pada cairan rokok elektronik terdapat propylene glycol atau glycerine, nikotine, dan perisa tambahan. Nikotine masih hadir dengan konsentrasi bervariasi, berkisar antara 0 hingga 100 mg/mL pada sebuah rokok elektronik,” jelasnya.

Berdasarkan data SKI 2023, jumlah pengguna rokok elektrik di kalangan usia 10 hingga 18 tahun meningkat dua kali lebih banyak bila dibandingkan dengan angka pada tahun 2018.