Bangjo.co.id.CO.ID, JAKARTA – Aktivis penentang merokok di tanah air mengkritisi bahwa sektor tembakau semakin gencar dalam menyasar generasi muda lewat strategi promosi yang cenderung memanipulasi. Menurut mereka, produk tersebut dipromosikan sebagai ikon dari kehidupan bergaya dengan menggunakan bantuan selebriti dan tokoh terkenal.
influencer
Muda, menciptakan desain produk yang mirip dengan makanan atau permen yang menarik untuk anak-anak, lalu menggabungkan rasa seperti buah, kopi, dan permen lainnya untuk menyembunyikan efek berbahaya dari nikotin.
Strategi-strategi tersebut semakin umum akibat Belahan Aturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024 mengenai Kesehatan, aturan yang sudah ditetapkan sejak tanggal 26 Juli 2024, tetapi hingga kini belum diterapkan. Peluang Hari Tanpa Rokok Dunia pada tanggal 31 Mei perlu digunakan oleh pihak berwenang sebagai momentum untuk dengan cepat memaksimalkan implementasi regulasi ini guna membela pemuda dari pengaruh merugikan tembakau serta taktik penjualan yang bisa menipu mereka.
Berikut ini kesimpulan utama dari kegiatan Media Luncheon dengan tema “Ngobrol Bareng Jurnalis Menyambut Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) 2025” yang diselenggarakan oleh Lentera Anak bersama Ruang Kebijakan Kesehatan Indonesia (RUKKI), di Jakarta, pada tanggal 29 April 2025.
Lisda Sundari, ketua organisasi Lentera Anak, mengungkapkan bahwa industri tembakau sangat memandang penting untuk menargetkan remaja dan pemuda sebagai konsumen utama demi kelangsungan usaha mereka. Oleh karena itu, mereka menggunakan beragam strategi tipu muslihat supaya produk rokok tampak biasa dan tidak membahayakan di pandangan para pemuda tersebut.
Menurut Lisda, industri telah sukses membuat produknya terkenal dan diminati oleh kalangan remaja dengan menggunakan strategi manipulatif tersebut, seperti contohnya penambahan perisa pada rokok. Menurut hasil survei Lentera Anak dan u-Report (2024), sekitar 46,5% responden pemuda menyebutkan bahwa variasi rasanya adalah aspek yang paling mereka sukai dalam produk rokok ini. Hal ini mencerminkan betapa kuatnya daya tarik variasi rasa rokok dibandingkan faktor harga ataupun merk untuk generasi muda saat ini.
Lisda menyebutkan bahwa dari sekitar 16.000 variasi rasa global, telah tercatat 847 variasi rasa rokok di Indonesia. Varian rasa buah mendominasi dalam jenis rokok konvensional dengan presentase 33%, mengalahkan varian seperti mint, kopi, serta teh. Sementara itu, untuk jenis rokok elektornik juga didominasi oleh berbagai macam rasa buah mencapai 37,9%. Selain itu, tersedia juga ragam rasa dessert atau hidangan penutup sebesar 21,2% dan aneka minuman lainnya sebanyak 13,6%.
“Industri rokok benar-benar mengerti bahwa variasi rasa dari produk tembakau dapat menarik perhatian anak-anak dan remaja yang sedang dalam tahap awal untuk mencoba sesuatu yang baru,” ungkap Lisda.
Penerapan rasa dari buah-buahan, lanjutnya, terbilang cermat sebab buah selalu dikaitkan dengan kesehatan. Akibatnya, perisa ini tak sekadar bisa meyembunyikan dampak negatif bagi kesehatan, tetapi juga menciptakan persepsi yang positif serta aman tentang rokok. Ini dapat membantu dalam normalisasi penggunaan rokok, mendirikan kebiasaan merokok di antara remaja, dan mengurangi peluang untuk berhenti merokok.
Lisda mengemukakan bahwa strategi industri tembakau merancang produk mereka agar tampak atraktif melalui desain yang kecil dan imut serta menggunakan gambar karakter, sehingga sukses menciptakan persepsi positif seolah-olah rokok tersebut aman dan nyaman untuk dikonsumsi. Situasi semakin memburuk karena penjualan rokok di platform daring sangat mudah dilakukan dengan harga yang relatif rendah.
Kekuatan promosi dari rokok elektrik serta rokok biasa, kata Lisda, disebabkan oleh belum adanya pelaksanaan Peraturan Pemerintah tentang Kesehatan. Hal ini membuat produk tembakau dalam bermacam-macam variasi rasanya dan penambahan substansi lain tetap leluasa untuk ditawarkan dan didistribusikan.
“Peraturan Pemerintah tentang Kesehatan amatlah vital sebab bab perlindungan terhadap substansi adiktif berfungsi untuk menurunkan tingkat kejadian merokok pada remaja. Sehubungan dengan belum diterapkannya Peraturan Pemerintahan tersebut, hal ini menyebabkan distribusi rokok menjadi sangat leluasa, terutama melalui platform-media sosial,” ungkapnya.
Setuju dengan pendapat Lisda, Ketua Ruang Kebijakan Kesehatan Indonesia (RUKKI), Mouhamad Bigwonto, mengatakan bahwa ia belum menyaksikan langkah-langkah perlindungan anak terhadap efek negatif tembakau yang cukup kuat karena peraturan tentang kesehatan tersebut belum diterapkan sepenuhnya, terutama bagian-bagian yang berkaitan dengan pengamanan zat adiktif ini. Hal itu disebabkannya oleh tunggunya rilis regulasi pelengkapnya.
Belum ada pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah tentang Kesehatan, sehingga Bigwanto mengambil contoh seberapa kreatif dan leluasa pemasaran rokok elektronik dilakukan melalui berbagai bentuk iklan dan promosi. Menurutnya, rokok elektronik bukan hanya menjiplak tampilan kemasan produk lain yang telah familiar bagi anak-anak—seperti ilustrasi kartun, minuman, serta camilan ringan—tetapi juga secara terang-terangan menyertakan klaim bahwa mereka memiliki kandungan gizi pada kotak paketnya.
Di samping mempromosikan produk tersebut melalui figur pengaruh terkenal yang disukai generasi muda, katanya lagi, rokok elektronik dapat secara leluasa mengutip pernyataan para ahli yang menyebutkan bahwa jenis rokok ini lebih rendah risiko dibandingkan rokok tradisional.
Ketua Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau (PPAT) di Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Benget Saragih, menyatakan dengan tegas bahwa peraturan terbaru tentang pengontrolan tembakau, yaitu Perpres Nomor 28 Tahun 2024 yang berjudul Bagian Perlindungan Terhadap Zat-zat Berbahaya, telah mencakup beberapa aturan dan pelarangan guna memproteksi anak-anak serta remaja dari praktik penipuan oleh industri rokok.
“Peraturan Perundang-Undangan tentang Kesehatan telah mengambil beberapa langkah guna mencegah industri tembakau menyasar remaja atau yang dikenal dengan istilah pemasaran terarah. Hal ini dilakukan antara lain melalui pembatasan iklan serta penjualan produk rokok di sekitar area sekolah dan Tempat Bermain Ramah Anak (TBR-A), membatasi promosi rokok dan vape di platform digital, sampai pada kebijakan penghentian transaksi jual beli rokok kepada mereka yang belum mencapai umur dua puluh satu tahun serta wanita dalam masa kehamilan,” ungkap Benget.
Di samping itu, Peraturan Pemerintah tentang Kesehatan juga mencakup aturan terkait standarisasi tampilan kemasan mulai dari aspek desain maupun warnanya. Aturan ini meliputi penambahan ukuran label peringatan kesehatan berupa gambar menjadi sebesar 50%, serta regulasi mengenai jumlah sigaret yang ditempatkan di dalam sebuah paket. Ada pula ketentuan baru untuk merokok secara elektro, selain itu ada pembatasan pada jenis aroma dan aditif lainnya dengan tujuan mencegah daya tarik produk tersebut kepada kalangan anak-anak dan remaja.
Lisda Sundari, Mouhamad Bigwanto, dan Benget Saragih sama-sama setuju bahwa pelaksanaan PP No 28/2024 mengenai Kesehatan sungguh sangat penting untuk segera dilakukan.
“Masalah ini sungguh penting karena ada kesenjangan dalam pelaksanaannya, sehingga memberi kesempatan pada industri rokok agar secara maksimal menggunakan strategi pemasaran yang merugikan untuk menjebak para pemuda dan remaja,” ungkap Lisda.
Penegakan Peraturan Pemerintah tentang Kesehatan sangat penting, mengingat kami menemui begitu banyak masalah serius saat melakukan observasi di lapangan,” lanjut Bigwonto. “Sebelum aturan ini diterapkan secara efektif, usaha untuk melindungi anak-anak dan pemuda dari paparan rokok tidak akan membuat kemajuan signifikan; sebaliknya bisa jadi malah memburuk.
“Saya setuju bahwa negara harus ada untuk melindungi warganya dengan memperkuat regulasi, terlebih lagi karena dampak buruk rokok bagi kesehatan sangat jelas. Kami bertekad mengikuti ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah tentang Kesehatan guna mengurangi angka perokok muda, dan tujuan kami tidaklah mencari-cari pabrik rokok. Selain itu, kami telah ditunjuk untuk menyusun peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintahan tersebut agar dapat segera dieksekusi,” tandas Benget.