Debat Kencang: Dedi Mulyadi vs Ahmad Luthfi Tentang Kirim Siswa Nakal ke Barak

Scroll Untuk Lanjut Membaca


JAKARTA, Bangjo.co.id

– Gubenur Jawa Tengah Ahmad Luthfi memberikan penilaian kritis terhadap gagasan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang ingin menempatkankan siswa bermasalah di barak militer. Diskusi antar daerah tentang hal ini pun telah dimulai.

Pengungkapan tentang ide untuk menempatkan siswa yang memiliki masalah di barak TNI disampaikan oleh Dedi Mulyadi pada tanggal 27 April 2025.

Para pelajar yang diantar ke asrama militer merupakan mereka yang menantang untuk dididik atau dicurigai terlibat dalam pergaulan tidak sehat serta perilaku kriminal.

“Selama enam bulan siswa akan dibina di barak dan tidak mengikuti sekolah formal. TNI yang akan menjemput langsung siswa ke rumah untuk dibina karakter dan perilakunya,” kata Dedi Mulyadi.

Rencana program ini akan dimulai pada tanggal 2 Mei 2025 di sejumlah area terpilih yang rentan bencana di Jawa Barat, dalam kerjasama bersama TNI dan Polri.

“Jangan perlu langsung ke seluruh 27 kabupaten/kota. Kami memulainya dari wilayah yang sudah siap serta dinilai rentan terlebih dulu, kemudian secara bertahap,” jelas Dedi yang merupakan anggota Partai Gerindra tersebut.

Kollega partainya yang bertugas sebagai Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi, memberikan tanggapan secara kritis.

Gubernur yang merupakan mantan Wakil Kapolres Solo tahun 2011 itu menilai sudah ada aturan untuk mengatasi kenakalan anak di bawah umur.

“Bila ada anak di bawah umur, kami akan mengembalikannya kepada orang tuanya. Sedangkan untuk anak yang telah berumur dan melanggar hukum, kami akan menyelidiki kasusnya secara mendalam,” jelas Luthfi saat berada di gedung DPR, Senayan, Jakarta, pada hari Rabu, 30 April 2025.

Menurut Luthfi, pedoman dalam menghukum murid yang bandel telah cukup jelas, sehingga dia tidak merasa perlu membuat-membuat hal baru layaknya Dedi Mulyadi.

“Begitulah. Sudah ada peraturannya, mengapa harus dibuat-buat seperti itu? Tidak perlu,” katanya.

“Patuhi aturan yang berlaku. Jika belum cukup usia, otoritas tetap ada. Di sekolah pun demikian, masih ada pihak guru untuk mengembalikan kepada orang tua,” lanjut Luthbi.

Bagaimana pendapat Anda tentang hal ini? Apakah anda setuju dengan gagasan Dedi atau lebih mendukung kritikan Luthfi?