JOMBANG,bangjo.co.id– Harapan para petani porang di Kabupaten Jombang, Jawa Timur, untuk meningkatkan kesejahteraan melalui program pembibitan tanaman porang, pupus sudah.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Dana bergulir senilai Rp 1,5 miliar yang sedianya menjadi pendongkrak ekonomi petani justru diduga dikorupsi oleh pihak yang diberi kepercayaan mengelolanya.

Terduga pelaku adalah Tjahja Fadjari (60), mantan Direktur Perumda Perkebunan Panglungan Wonosalam Kabupaten Jombang. Ia kini telah ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Jombang.

Ia resmi ditahan pada Jumat (23/5/2025) malam setelah penyidik mengantongi bukti-bukti yang dianggap cukup untuk menjeratnya secara hukum.

Dengan mengenakan rompi tahanan berwarna oranye bertuliskan “Tahanan Kejaksaan”, Tjahja melangkah masuk ke Lapas Kelas IIB Jombang di bawah pengawalan ketat aparat penegak hukum.

Penahanannya dilakukan demi menghindari potensi pelarian, penghilangan barang bukti, atau pengulangan tindak pidana.

“Kami telah mengumpulkan alat bukti yang cukup, dan hari ini Tjahja Fadjari resmi kami tetapkan sebagai tersangka. Ia langsung kami tahan selama 20 hari ke depan,” ujar Kepala Kejari Jombang, Nul Albar dalam konferensi pers.

Penahanan ini menjadi langkah tegas Kejaksaan menindaklanjuti dugaan penyimpangan dana milik BPR UMKM Jatim, yang semestinya digunakan untuk membantu sektor pertanian, khususnya komoditas porang yang sedang populer karena nilai jualnya yang tinggi.

Kasus ini bermula dari pengajuan pinjaman oleh Perumda Perkebunan Panglungan ke Bank Perkreditan Rakyat (BPR) UMKM Jatim.

Dana yang diajukan sebesar Rp 1,5 miliar disebut-sebut akan digunakan untuk membiayai program pembibitan porang.

Namun fakta di lapangan berbicara lain. Tim penyidik Kejaksaan menemukan bahwa pengajuan pinjaman tersebut dilakukan tanpa izin Bupati, yang merupakan pelanggaran administratif serius dalam pengelolaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

“Pinjaman tersebut diajukan tanpa persetujuan Bupati, dan itu sudah merupakan pelanggaran prosedural. Tak hanya itu, kami juga tak menemukan adanya rencana bisnis yang jelas terkait pembibitan porang,” ungkap Kasi Pidana Khusus Kejari Jombang, Dody Novalita.

Dengan kata lain, program pembibitan porang itu hanya ada di atas kertas. Tidak ada bukti penggunaan dana untuk penanaman, tidak ada rencana usaha, bahkan tidak ada bukti bahwa benih porang pernah dibeli atau disalurkan kepada petani.

Akibat dugaan penyimpangan ini, negara mengalami kerugian sebesar Rp 1,5 miliar, yang dikategorikan sebagai kerugian total (total loss). Artinya, tidak ada aset atau manfaat yang berhasil diselamatkan dari dana yang sudah cair tersebut.

Demikian ini, tersangka dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman hukumannya bisa mencapai 20 tahun penjara.