Scroll Untuk Lanjut Membaca

 

JOMBANG, bangjo.co.id — Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jombang Hadi Atmaji angkat bicara soal polemik tunjangan rumah bagi pimpinan dan anggota dewan. Ia menegaskan, semua tunjangan tersebut telah diatur oleh regulasi nasional, bukan keputusan sepihak dari DPRD Jombang.

 

“Mengenai tunjangan yang diterima anggota DPRD, semuanya ada regulasinya yang tercantum pada Perpres 72 Tahun 2025. Jadi tidak serta merta kami membuat peraturan sendiri,” ujar Hadi saat konferensi pers di Gedung DPRD Jombang, Rabu, 10 September 2025.

 

Menurut Hadi, besaran tunjangan rumah ini berbeda di setiap daerah. Tunjangan ditetapkan berdasarkan hasil penilaian (appraisal) dengan standar nasional, bukan diputuskan oleh pemerintah kabupaten. “Itu berlaku bagi ketua, wakil ketua, maupun anggota DPRD sesuai jabatannya masing-masing,” katanya.

 

Hadi menjelaskan, meskipun beberapa daerah memiliki rumah dinas untuk pimpinan DPRD, biaya operasional dan pemeliharaannya justru lebih tinggi. “Kalau dihitung-hitung, biayanya justru lebih tinggi dibandingkan dengan hanya memberikan tunjangan rumah kepada pimpinan DPRD,” terangnya.

 

Pencabutan tunjangan rumah, lanjut Hadi, bukan wewenang pemerintah daerah. Saat ini, pemerintah pusat sedang mengidentifikasi dan menyesuaikan tunjangan rumah dinas di berbagai wilayah. Hadi membandingkan, tunjangan di Jombang tidak berbeda jauh dengan daerah lain yang memiliki kekuatan fiskal serupa, seperti Kabupaten Mojokerto.

 

“Kalau mau ada rumah dinas untuk pimpinan DPRD, maka seluruh biaya rumah dinas itu ditanggung negara. Nilainya bisa mencapai di atas Rp60 juta per bulan. Itu yang menjadi dasar pertimbangan, kenapa saat ini tunjangan rumah masih lebih dipilih dibanding penyediaan rumah dinas,” pungkasnya.