jatim.Bangjo.co.id
, SURABAYA – Program Studi Pascasarjana Universitas Airlangga (Unair) menyelenggarakan acara rutin bernama Airlangga Forum, di mana pada sesi terkini mereka mendiskusikan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum AcaraPidana (RUU KUHAP).
Diskusi yang dikomandoi oleh Wakil Direktur III Pascasarjana Unair bersama dengan pembawa acara tamunya Ilham Dianta dari Radio Persada Blitar tersebut mengulas beberapa aspek penting terkait rancangan perubahan Undang-Undang Hukum AcaraPidana (KUHAP) yang sedang diperdebatkan antara pemerintah dan legislatif.
Beberapa poin positif dalam rancangan perubahan tersebut dihargai oleh para pembicara, termasuk usaha untuk menangkal tindak kekerasan saat melaksanakan aturan hukum, memperkuat pendekatan restoratif (RJ), dan perlindungan terhadap golongan yang rawan.
Akan tetapi, mereka juga mencatat beberapa kritik, diantaranya adalah tentang adanya perbedaan fungsi antara lembaga penegak hukum yang menurut pandangan mereka masih berpotensi terjadi overlaping wewenang.
Deputi Dekan Fakultas Hukum Universitas Nasional Prof Dr Basuki Rekso Wibisono, SH., MS., mengutip kebutuhan akan penyesuaian yang baik antara Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Unsur-unsur PencapaianPidana dengan undang-undang spesifik lainnya, misalnya UU Polisi.
“Penting untuk ditekankan bahwa revisi RKUHP perlu diselaraskan dengan undang-undang sektor lain sepertiUU Kepolisian guna menghindari adanya ketidaksinkronan,” ungkap Prof Basuki, Jumat (18/4).
Dalam waktu bersamaan, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Unair Prof Dr Bagong Suyanto, Drs., M.Si., menggarisbawahi pentingnya pengawasan etika dan struktural terhadap pejabat penegak hukum.
“UU KUHAP perlu menetapkan prosedur hukuman untuk penyalahgunaan etika oleh petugas, dan juga menjelaskan pihak mana yang berkewajiban,” ungkap Prof Bagong.
Prof Dr Sri Winarsi, S.H., M.H., dosen dari Fakultas Hukum Universitas Airlangga, menekankan bahwa sejumlah pasal dalam rancangan revisi tersebut mencerminkan peningkatan dalam pembedaan tugas di antara berbagai lembaga kehakiman.
“Pada Pasal 6, 8, 13, 42, dan 46 dalam Rancangan Undang-Undang KUHAP, terdapat pembedaan fungsi yang mendukung profesionalitas serta mencegah tumpang tindih wewenang,” katanya.
Ahli di bidang ini menginginkan bahwa diskusi tentang Rancangan Undang-Undang Kitab Sistem Hukum Pidana harus dilaksanakan dengan penuh pertimbangan dan transparansi, sambil tetap mempertimbangkan aspek-aspek seperti keutuhan, kinerja yang baik, serta penggunaan sumber daya secara bijak dalam konteks hukum pidana nasional.
(mcr12/jpnn)