Penerimaan Pajak di Sektor Digital Melampaui Rp34,91 Triliun Hingga Maret 2025: PPN PMSE Dominasi Kontribusi

Scroll Untuk Lanjut Membaca


Bangjo.co.id

– Pendapatan pajak yang diperoleh dari bidang usaha ekonomi digital mencatatkan angka sebesar Rp 34,91 triliun sampai dengan tanggal 31 Maret 2025. Angka tersebut lebih detailnya terdiri atas pendaptan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) senilai Rp 27,48 triliun.

Selanjutnya, diperoleh pendapatan dari pajak crypto senilai Rp 1,2 triliun, pajak fintech (P2P lending) berjumlah Rp 3,28 triliun, serta pajak yang dikumpulkan oleh entitas lain dalam transaksi pembelian barang atau jasa lewat Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (pajak SIPP) mencapaiRp 2,94 triliun.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat pada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Dwi Astuti menyebutkan bahwa hingga bulan Maret tahun 2025, pihak berwenang sudah menunjuk total 211 perusahaan sebagai pengumpul pajak pertambahan nilai (PPN).

Secara keseluruhan, dari 190 PMSE yang dipilih, semua sudah melaksanakan pengumpulan dan penyampaian pajak pertambahan nilai (PPN) PMSE senilaiRp 27,48 triliun.

“Angka tersebut terdiri atas dana sebesar Rp 731,4 miliar yang disetor pada tahun 2020, Rp 3,9 triliun untuk penyertaan modal tahun 2021, Rp 5,51 triliun pada tahun 2022, Rp 6,76 triliun di tahun 2023, Rp 8,44 triliun saat tahun 2024, serta tambahan Rp 2,14 triliun di tahun 2025,” jelas Dwi Astuti melalui pernyataannya di Jakarta, Jumat (2/5).


Penerimaan Pajak Kripto

Selanjutnya, total pendapatan dari transaksi cryptocurrency hingga Maret 2025 mencapai Rp 1,2 triliun. Pendapatan ini terdiri dari Rp 246,45 miliar pada tahun 2022, Rp 220,83 miliar di tahun 2023, Rp 620,4 miliar pada tahun 2024, serta Rp 115,1 miliar untuk tahun 2025.

Pemasukan pajak cryptocurrency mencakup Rp 560,61 miliar sebagai pembayaran PPh 22 untuk transaksi jual beli crypto.
exchanger
DanRp 642,17 miliar sebagai pendapatan pajak penjualan dalam negeri dari transaksi pembelian kripto tersebut.
exchanger.


Penerimaan Pajak P2P Lending

Selama ini, Pajak fintech (P2P lending) sudah memberikan kontribusi sebesar Rp 3,28 triliun hingga Maret 2025. Kontribusinya mencapai angka tersebut melalui pendapatan yang diterima pada beberapa tahun berbeda: Rp 446,39 miliar di tahun 2022, Rp 1,11 triliun di tahun 2023, Rp 1,48 triliun di tahun 2024, serta Rp 241,88 miliar di tahun 2025.

Pajak dari bidang fintech ini mencakup PPh 23 untuk bunga pinjaman yang diraih oleh WPDN dan BUT dengan jumlah Rp 834,63 miliar, PPh 26 untuk bunga pinjaman yang didapatkan oleh WPLN senilai Rp 720,74 miliar, serta PPN DN pada periode pengumpulan pajak sebanyak Rp 1,72 triliun.

Sebaliknya, pendapatan pajak dari bidang ekonomi digital lainnya datang dari sistem Pajak Informasi Pengadaan Pemerintah (SIPP). Hingga bulan Maret 2025, totalnya telah mencapai Rp 2,94 triliun. Pendapatannya terdiri dari Rp 402,38 miliar pada tahun 2022, naik menjadi Rp 1,12 triliun di tahun 2023, kemudian meningkat lagi ke angka Rp 1,33 triliun di tahun 2024, serta turun sedikit menjadi Rp 94,18 miliar untuk prediksi pendapatan tahun 2025.

Pendapatan pajak yang berasal dari SIPP mencakup PPh senilai Rp 200,21 miliar serta PPN sekitar Rp 2,74 triliun. Dwi menegaskan bahwa pihak pemerintahan berkomitmen untuk meningkatkan pendapatan pajak dari bidang usaha ekonomi digital lainnya contohnya adalah pajak kripto yang diterima melalui aktivitas jual-beli aset kripto.

“Lalu ada pajak fintech terhadap bunga pinjaman yang dibayar oleh peminjam, serta pajak SIPP mengenai transaksi pembelian barang dan/atau jasa lewat Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah,” demikian katanya.