Peta Jalan Penggunaan Etanol dalam BBM
Pemerintah sedang merancang peta jalan penggunaan etanol sebagai campuran Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis bensin sebanyak 10 persen (E10). Langkah ini dilakukan melalui Kementerian ESDM dengan rencana menerbitkan regulasi yang mewajibkan kandungan etanol dalam BBM hingga 10 persen. Tujuannya adalah untuk mengurangi ketergantungan pada impor dan meningkatkan penggunaan energi baru terbarukan.
Selain itu, penggunaan etanol 10 persen dalam BBM juga diharapkan bisa menciptakan lapangan kerja baru. Hal ini akan mendukung upaya peningkatan penggunaan energi baru terbarukan. Dengan adanya regulasi ini, diharapkan ekonomi Indonesia dapat tumbuh lebih pesat, khususnya di sektor pertanian.
Tanggapan dari Produsen Kendaraan
Menanggapi rencana penerapan E10, Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), Bob Azam, menyatakan bahwa produk kendaraan pabrikannya tidak masalah dengan penambahan kandungan etanol. Ia menjelaskan bahwa brand Toyota sudah kompatibel dengan campuran E20. Sementara itu, brand lain mungkin sudah kompatibel dengan E10.
Bob menekankan bahwa penggunaan BBM E10 sebaiknya segera direalisasikan untuk mendukung upaya pengurangan emisi. Para produsen mobil akan selalu beradaptasi dengan regulasi BBM di Tanah Air. Di beberapa negara, seperti Amerika Serikat, kandungan etanol dalam BBM sudah mencapai 20 persen.
“Jadi jangan teknologi yang menyesuaikan sama mobil tua di jalan, (nanti) kita ketinggalan teknologi (yang lebih baru). Justru kita harus berevolusi menjadi kendaraan-kendaraan yang adaptif terhadap future bahan bakar,” ujarnya.
Dampak Ekonomi dari Penerapan E10
Bob menambahkan bahwa penerapan E10 pada BBM akan menciptakan multiplier effect (dampak berantai) pada ekonomi di Indonesia. Misalnya, bisa mendorong peningkatan pendapatan petani. Dengan meningkatnya permintaan (demand) etanol dari bahan baku utama Indonesia seperti tebu hingga jagung, maka petani diharapkan bisa mendapatkan pendapatan yang meningkat pula.
“Karena etanolnya itu dari petani. Jadi kalau misalnya demand-nya naik, income petani juga naik. Cuma mungkin kita belum begitu banyak petaninya (yang fokus ke pembuatan etanol),” kata Bob.
Ia menilai bahwa ke depan, jika banyak petani yang sudah berubah hasil petaninya menjadi etanol, justru bisa menjadi positive cycle. Hal ini akan memberikan dampak positif yang berkelanjutan.
Penjelasan Menteri ESDM
Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan bahwa banyak negara sudah lebih dulu memakai campuran etanol dengan bensin. Antara lain Brasil, Amerika Serikat, India, Thailand, dan Argentina. Ia menegaskan bahwa etanol bukanlah sesuatu yang buruk, karena telah digunakan oleh negara-negara tersebut.
Bahlil menjelaskan bahwa pemerintah sedang mendorong pemanfaatan sumber daya dalam negeri untuk mencapai kemandirian energi. Salah satunya lewat pengembangan etanol sebagai campuran bensin. Langkah ini ditujukan untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan impor BBM.
Etanol bisa diproduksi dari hasil pertanian seperti tebu, singkong, dan jagung. Saat ini Indonesia baru mengembangkan E5, atau campuran etanol 5 persen, yang tersedia lewat produk Pertamax Green 95. Bahlil menyampaikan bahwa pencampuran etanol akan ditingkatkan menjadi 10 persen atau E10.
Meski begitu, tingkat ini masih lebih rendah dibandingkan beberapa negara lain. Ia menyebut Amerika Serikat sudah menerapkan mandatori E10, dan di beberapa negara bagian sudah mencapai E85. India sudah menerapkan E20, Thailand E20, Argentina E12, sementara Brasil mencapai mandatori E27.
“Tetapi di beberapa negara bagian, di beberapa provinsi mereka yang produksi etanolnya bagus, itu sampai sudah ada E100. Itu di Brazil,” kata Bahlil.
Menurutnya, pengembangan etanol meniru pola keberhasilan program biodiesel. Program ini mewajibkan pencampuran solar dengan minyak kelapa sawit yang berjalan bertahap sejak 2015, dari B15 hingga B40 pada 2025. Pemerintah menargetkan penerapan B50 pada 2026.
“Berangkat dari keberhasilan biodiesel, yakni harga sawit di petani naik, penciptaan lapangan pekerjaan, devisa kita keluarkan secara baik, maka itu kita mulai berpikir untuk bensin, kita campur lagi dengan hasil pertanian kita, hasil perkebunan kita,” ucapnya.